1. Raden Ajeng Kartini
R.A. Kartini adalah putri Bupati Jepara, Raden Mas Ario Adipati Sostroningrat. Dilahirkan tanggal 21 April 1879 di Mayong Kabupaten Jepara. Beliau adalah perintis kemajuan wanita Indonesia dengan perjuangan emansipasi wanita. Beliau mempunyai cita-cita mengangkat derajat kaum wanita agar mempunyai hak dan kecakapan yang sama dengan kaum pria. Beliau berkeinginan untuk sekolah, namun dilarang oleh orang tuanya.
Sebagai permulaan dibukalah sekolah Kartini di rumahnya. Selanjutnya, bermunculan sekolah Kartini di berbagai daerah, seperti di Semarang, Yogyakarta, Solo, Malang, Madiun, Cilacap, dan lain-lain.
Sejak masih muda, R.A. Kartini selalu melakukan korespondensi dengan teman-temannya di negeri Belanda. Di dalam suratnya, R.A. Kartini selalu menuliskan keinginannya untuk memajukan kaum wanita di Indonesia. Sekarang, isi surat-suratnya itu diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
R.A. Kartini meninggal pada tanggal 17 September 1904 dalam usianya yang masih muda, yaitu 25 tahun. Sebagai penghargaan dan penghormatan kepada beliau, setiap tanggal 21 April diperingati sebagai hari Kartini.
2. Dewi Sartika
Dewi Sartika adalah putri dari Raden Rangga Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas. Lahir pada tanggal 4 Desember 1884 di Cicalengka, Jawa Barat. Beliau merupakan tokoh perempuan Indonesia. Selama hidupnya, ia berusaha memperjuangkan kemajuankaun wanita Indonesia agar memiliki kedudukan dan derajat yang sama dengan kaum pria. Sejak itulah, beliau bercita-cita ingin mendirikan sekolah perempuan.
Akhirnya, cita-cita tersebut dapat dicapai pada usia ke-18 tahun. Tepatnya dengan didirikan Sakola Istri (sekolah perempuan) pada tanggal 16 Januari 1904. Pada tahun 1910, sekolah ini berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri. Gerakan yang dilakukan beliau diikuti oleh tokoh-tokoh lain di Jawa Barat dan Sumatera.
3. Ki Hajar Dewantara
Nama lain dari beliau adalah Suwardi Suryaningrat. Lahir tanggal 2 Mei 1889 dan dibesarkan di lingkungan keluarga bangsawan Yogyakarta. Bersama dengan Douwes Dekker dan Dr. Cipto Mangunkusumo, beliau mendirikan Indische Partij. Beliau pernah dibuang ke negeri Belanda pada tahun 1913 selama 6 tahun. Pada saat itulah beliau banyak mempelajari masalah-masalah pendidikan. Setelah partainya mengalami kemunduran, alat perjuangan beliau adalah melalui jalur pendidikan. Menurutnya, kemunduran, kemerosotan, dan ketertinggalan rakyat Indonesia adalah masalah pendidikan yang belum ditangani dengan baik.
Pada tahun 1922, beliau mendirikan Taman Siswa. Sekolah itu untuk mendidik penduduk supaya menjadi warga negara yang mempunyai derajat dan semangat kebangsaan. Semboyan dari Ki Hajar Dewantara adalah Ing Ngarso Sung Tulodo Ing Madya Mangun Karso Tut Wuri Handayani. Jerih payah perjuangan beliau sangat dirasakan sekali oleh rakyat Indonesia dari saat memasuki masa kemerdekaan sampai sekarang.
4. Douwes Dekker
Beliau mempunyai nama panggilan Danudirdja Setiabudhi. Seorang Indo keturunan campuran antara Belanda Indonesia. Dilahirkan tanggal 8 Oktober 1879 di Pasuruan, Jawa Timur. Pada usia 18 tahun, beliau mulai bekerja menjadi pegawai perkebunan.
Setelah keluar dari pekerjaannya, beliau menjadi wartawan dan pimpinan redaksi surat kabar De Express dan Het Tijdchrift. Melalui media tersebut, beliau menyerukan kaum Indo dan kaum pribumi untuk bersatu bersama-sama menentang penjajahan Belanda.
Pada tanggal 25 Desember 1912, ia bersama teman-temannya, yaitu Dr. Cipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara mendirikan partai politik yang bernama Indische Partij. Akan tetapi sangat disayangkan, beliau dianggap membahayakan pemerintah colonial Belanda. Beliau dibuang dengan tokoh organisasi lainnya. Beliau meninggal di Bandung pada tahun 1949.
5. Haji Samanhudi
Nama kecilnya adalah Sudarno Nadi, dilahirkan di Solo padatahun 1886. Beliau belajar agama sambil berdagang batik. Pada tahun 1911, terjadi persaingan yang tidak sehat antara pedagang pribumi dan pedagang Cina.
Pada tahun 1911, beliau mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI) di Kota Solo. Anggota awalnya hanya terdiri atas pedagang batik di Solo saja. Lahirnya SDI mendapat sambutan yang luas. Dalam waktu yang sangat singkat cabang-cabang SDI muncul di berbagai tempat di luar Kota Solo. Pada tanggal 10 September 1912, nama Serikat Dagang Islam dirubah menjadi Serikat Islam (SI). Haji Samanhudi diangkat menjadi ketuanya sampai tahun 1914. Sesudah itu, SI dipimpin oleh Haji Oemar Said Cokroaminoto.
Sejak tahun 1920, beliau tidak aktif lagi di dalam kegiatan partai karena kesehatannya sering terganggu. Namun perhatiannya terhadap perjuangan pergerakan nasional tidak pernah surut. Beliau meninggal pada tanggal 28 Desember 1956 di Klaten dan dimakamkan di Desa Banaran Kecamatan Grogol Sukoharjo Jawa Tengah.
6. Muhammad Husni Thamrin
Dilahirkan di Jakarta tanggal 16 Februari 1894. Setelah tamat dari HBS (setingkat SMP), beliau bekerja pada pemerintahan Belanda. Beliau sangat memerhatikan kemajuan masyarakat Betawi (Jakarta) khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.
Tahun 1927, beliau diangkat menjadi anggota Volstraad (DPR) dan membentuk fraksi nasionalis untuk memperkuat golongan nasionalis. Sebagai wakil rakyat, beliau bersama Kusumo Utomo mengadakan peninjauan ke Sumatra untuk meninjau nasib buruh perkebunan yang sangat menderita. Kegiatannya di Partai Indonesia Raya (Parindra) menjadikan beliau dicurigai oleh Belanda.
Pada tahun 1939, beliau mengajukan mosi agar istilah Nederlands Indie diganti menjadi istilah Indonesia. Sebagai akibatnya, Belanda mengenakan tahanan rumah pada tanggal 6 Januari 1941. Beliau meninggal dunia karena sakit pada tanggal 11 Januari 1941 dan dimakamkan di pemakaman Karet, Jakarta.
7. Otto Iskandardinata
Dilahirkan di Kota Bandung tanggal 31 Maret 1897. Pada masa Belanda beliau menamatkan pendidikan di sekolah guru. Kemudian menjadi guru SMA di Purworejo dan Banjarnegara, aktif di dalam organisasi Budi Utomo di Pekalongan dan menjadi wakil ketua Budi Utomo Pekalongan juga menjadi anggota Dewan Kota.
Otto Iskandardinata pindah ke Jakarta dan mengajar di Perguruan Tinggi Muhamadiyah. Ia aktif pula dalam kepengurusan Paguyuban Pasundan cabang Jakarta. Berkat usahanya, Paguyuban Pasundan banyak mendirikan sekolah.
Akhirnya. beliau terpilih menjadi wakil rakyat dalam Volstraad. Pada bulan Oktober 1945, beliau diculik oleh sekelompok pengkhianat bangsa. Beliau tewas dibunuh di daerah Mauk Banten tanggal 20 Desember 1945, makamnya kemudian dipindahkan ke Bandung.